Belajar dan Mengajar
Kreatif
1.
Arti belajar kreatif
a. Pengertian belajar
kreatif
Tornace dan Myres
dikutip oleh Triffinger (1980) dalam Semiawan dkk (1987:34) berpendapat bahwa
belajar kreatif adalah “menjadi peka atausadar akan masalah,
kekuarangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak
ada, ketidak harmonisan dan sebagainya. Mengumpulkam informasi yang ada,
membataskan kesukaran, atau menunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak
ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah dan mengujinya,
menyempurnakan dan akhirmnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya” .
Belajar Kreatif
berasal dari dua kata yaitu belajar dan kreatif. Belajar adalah
perubahan dari yang belum sempurna menjadi suatu kesempurnaan yang akhirnya
menghasilkan pengalaman, pengetahuan atau ketrampilan. Jadi bisa disimpulkan
bahwa kreativitas belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan
sengaja untuk membantu memecahkan suatu masalah dalam hal belajar.
Kreatif berasal dari
bahasa inggris “creativity” yang mempunyai arti daya cipta dan dalam kamus
besar bahasa Indonesia kreativitas yaitu kemampuan untuk mencipta. Kreativitas
juga diartikan kegiatan yang mendatangkan hasil dengan sifat baru, bermanfaat
da bisa dimengerti.
Jadi kreatif
belajar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa menciptakan hal-hal
baru dalam belajarnya baik berupa kemampuan mengembangkan kemampuan
formasi yang diperoleh dari guru dalam proses belajar mengajar yang berupa
pengetahuan sehingga dapat membuat kombinasi yang baru dalam belajarnya.
b. Proses belajar kreatif
proses belajar kreatif
menurut Torance dan Myres berpendapat bahwa proses belajar kreatif sebagai :
“keterlibatan dengan sesuatu yang berarti, rasa ingin tahu dan mengetahui dalam
kekaguman, ketidak lengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarasan,
ketidakteraturan dan sebagainya. Pada belajar kreatif kita lihat secara
aktif serta ingin mendalami bahan yang dipelajari. Dalam proses belajar secara
kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses berfikir ke macam-macam arah
dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dengan proses berfikri
konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat)
berfikir kritis.
c. Mengapa belajar
kreatif itu penting
Refinger (1980 : 9-13)
dalam Conny Semawan (1990:37-38) memberikan empat alasan mengapa belajar
kreatif itu penting.
1.
Belajar kreatif membantu
anak menjadi berhasil guna jika kita tidak bersama mereka. Belajar kreatif
adalah aspek penting dalam upaya kita membantu siswa agar mereka lebihmampu
menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri.
2.
Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk
memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu kita ramalkan yang timbul di masa
depan.
3.
Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam
kehiduppan kita. Banyak pengalamankreatif yang lebih dari pada sekedar hobi
atau hiburan bagi kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat
mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan kehidupan pribadi kita.
4.
Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang
besar.
d. Tiga tingkat belajar
kreatif (Model Trifinger)
Teknik
Kreatif Tingkat I
1. Memberikan
Pemanasan (Warming Up)
Sebelum mengerjakan
tugas, siswa diberi pemanasan yaitu seperti siswa memerlukan switch mental dari
proses pemikiran reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen dan
imajinatif. Tugas atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemikiran dan sikap
kreatif menuntut cara dan sikap belajar yang berbeda, lebih bebas, terbuka, dan
tertantang untuk berperanserta secara aktif dengan memberanikan diri dan senang
memberikan gagasan sebanyak mu ngkin.
2. Sumbang
Saran (Brainstorming)
Teknik ini dikembangkan
oleh Alex F. Osborn yaitu teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika
diajarkan dan diterapkan dengan tepat (Shallcross, 1985). Osborn, pendiri
dari Creative Education Foundation, dalam bukunya Applied
Imagination menentukan empat aturan dasar untuk sidang sumbang saran,
yaitu :
a. Kritik tidak dibenarkan atau
ditangguhkan
b. Kebebasan dalam memberikan gagasan
c. Gagasan sebanyak mungkin
d. Kombinasi dan peningkatan gagasan
3. Pemikiran
dan perasaan terbuka
Teknik pemikiran dan
perasaan berahir ini pada intinya ingin mengupayakan agar pembelajar terdorong
memunculkan perilaku divergen. Perilaku ini dapat dirangsang dengan cara
mengajukan pertayaan yang memungkinkan pembelajar mengungkapkan segala peraaan
dan pikiran sebagai jawaban.
Teknik
Kreatif Tingkat II
1. Synectics
Teknik ini
dikembangkan oleh William J.J. Gordon dan menggunakan teknik berpikir kreatif
yang menggunakan analogi dan metaphor (kiasan) untuk membantu pemikir
menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut tinjau (Feldhusen &
Treffinger, 1980). Ada tiga jenis analogi yang digunakan dalam teknik ini yaitu
:
·
Analogi fantasi : dalam hal ini siswa mencari pemecahan yang
ideal untuk suatu masalah, termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim.
·
Analogi langsung : siswa diminta untuk menemukan situasi masalah
sejajar dalam situasi kehidupan nyata
·
Analogi pribadi : menuntut siswa menempatkan dirinya dalam peran
masalah itu sendiri.
2. Futuristics
Tokoh terkenalnya
adalah Toffler (1981), mengatakan bahwa siswa perlu dibantu dalam mengaitkan
perubahan yang akan terjadi di dunia dengan perubahan dalam kehidupan mereka
sendiri. dalam hal ini pengertian futuristics sendiri adalah mengajar dengan
pandangan masa depan (futuristic point of view) amat penting
agar siswa berbakat kelak dapat menggunakan kemampuan mereka untuk membantu
mencipta masa depan. Tujuan khusus untuk mengajar dengan pandangan masa depan
adalah :
a. Memberikan siswa
cara-cara berpikir ten tang masa depan yang lebih baik, lebih canggih, dan
lebih positif.
b. Membekali siswa
dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami sistem-sistem yang
kompleks
c. Membantu siswa
menemukenali dan memahami masalah-masalah utama yang timbul di masa depan
d. Membantu siswa
memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya
Teknik
Kreatif Tingkat III
1. Pemecahan Masalah
Secara Kreatif
Proses Creative
Problem Solving (CPS) atau pemecahan masalah secara kreatif (PMK) dikembangkan
oleh Parnes, presiden dari Creative Problem Solving Foundation (CPSF). Proses
ini meliputi lima langkah yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan
gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan.
2. Proses Lima Tahap (Shallcross)
Shallcross (1985),
membedakan antara primary creativity dengan secondary
process creativity. Kreativitas primer adalah proses pemecahan masalah
secara ilmiah oleh pikiran kita, karena pemikir tidak menyadari bahwa terjadi
suatu proses. Sedangkan pada kreativitas sekunder ada peningkatan kesadaran
dalam pemecahan yang berlangsung melalui beberapa tahapan.
2.
Mengajar Kreatif
Jelaskan teknik
mengajar kreatif
a. Memberikan pemanasan
Teknik pemanasan ini
pada intinya merupakan kegiatan prabelajar yang digunakan pada tahap awal
pelajaran. Tahap pemanasan ini mengupayakan adanya kondisi pelepasan pikiran
pebelajar dengan cara pembebasan diri dari peraturan-peraturan dan hukum-hukum
berpikir yang berlaku. Pembelajar dikondisikan untuk terbebas dari kebiasan
menjawab dengan tepat, dari batasan-batasan waktu, serta diarahkan untuk lebih
banyak menghasilkan ide. Dengan kegiatan pemanasan tersebut diharapkan
pembelajar sudah masuk pada suasana pemikiran yang siap untuk menelaah hal dan
masalah baru yang kan dipelajari pada tahapan pembelajaran berikutnya.
b. Pemikiran dan perasaan
terbuka
Teknik pemikiran dan
perasaan terbuka ini pada intinya ingin mengupayakan agar pembelajar terdorong
memunculkan perilaku divergen. Perilaku ini dapat dirangsang dengan cara
mengajukan pertayaan yang memungkinkan pembelajar mengungkapkan segala perasaan
dan pikiran sebagai jawaban.
3.
Memupuk iklim belajar kreatif
a. Menerapan srtategi memupuk iklim belajar
kreatif
Iklim belajar dan
pembelajar yang kondusif dalam arti nyaman, aman. tenang dan menyenangkan
merupakan prasyarat bagi berlangsung kegiatan belajar yang dinamis, kreatif dan
produktif. Kondisi seperti ini akan meningkat hasil belajar siswa, karena siswa
termotivasi dalam belajar dan belajar tanpa merasa tertekan.
Adapun strategi yang
dapat dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif
adalah :
1.
Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang
cepat dalam melakukan tugas pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran kelasikal,
sebagian peserta didik akan sulit untuk mengikuti pembelajaran secara optimal
dan menuntut peran ekstra guru untuk memberikan pembelajaran remedial.
2.
Memberikan pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang
kurang berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam sistem pembelajaran
kelasikal, sebagian peserta didik akan sulit untuk mengikuti pelajaran secara
optimal. Dan menuntut peran serta guru untuk memberikan pembelajaran remedial.
3.
Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan
aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik, serta pengelolaan kelas
yang tepat, efektif dan efisien.
4.
Menciptakan kerja sama saling menghargai, baik antar peserta didik
maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain. Hal
ini mengandung implikasi bahwa setiap peserta didik memiliki kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut mendapatkan
sangsi atau dipermalukan.
5.
Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan
pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan diri sebagai
pembimbing dan manusia sumber. Sekali-kali cobalah untuk melibatkan peserta
didik dalam proses perencanaan pembelajaran, agar mereka merasa bertanggung
jawab terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
6.
Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama
antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai
fasilitator dan sebagai sumber belajar.
7.
Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang
menekankan pada evaluasi diri ( self evaluation ). Dalam hal ini guru sebagai
fasilitator harus mampu membantu peserta didik untuk menilai bagaimana mereka
memperoleh kemajuan dalam proses belajar yang dilaluinya. Dengan terkondisinya
iklim belajar yang kondusif, akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran
yang aktif, kreatif, efetktif dan bermakna yang lebih menekankan pada belajar
mengetahui ( learning to know ), belajar berkarya ( learning to do ), belajar
menjadi diri sendiri ( learning to be ) dan belajar hidup bersama-sama secara
harmonis ( learning tog live together ). Suasana seperti itu akan memupuk
tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan siswa,
bersifat adaptif dan proaktif serta memiliki jiwa enterprenership ulet,
inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, kerja keras, disiplin, menghargai
kualitas dan berani mengambil resiko.
b. Menjelaskan
tentang saran-saran dalam memupuk belajar
(Menurut Barbe dan
Renzulli dalam Munandar, 1999), saran-saran dalam memupuk belajar:
1.
Bentuk pengalaman belajar sesuai dengan rasa ingin tahu alamiah
anak dengan menghadapkan masalah yang relevan sesuai dengan kebutuhan, tujuan,
dan minat anak.
2.
Ajak anak ikut menyusun dan merencanakan kegiatan belajar.
3.
Beri pengalaman hidup yang nyata yang meminta peranserta aktif
anak dan kembangkan kemampuan yang perlu untuk itu .
4.
Bertindaklah sebagai fasilitator .
5.
Usahakan program belajar yang mendorong siswa melakukan
penyelidikan, percobaan, dan penemuan sendiri.
6.
Dorong dan hargai inisiatif, keinginan mengetahui dan menguji,
serta orisinalitas
7.
Biarkan anak belajar dari kesalahan dan menemukan
akibatnya
Sumber:
https://cancer55.wordpress.com/2011/12/17/strategi-guru-mengembangkan-suasana-belajar-mengajar-yang-kondusif/